La Dana adalah seorang anak petani dari Toraja. Ia sangat terkenal akan
kecerdikannya. Kadangkala kecerdikan itu ia gunakan untuk memperdaya
orang. Sehingga kecerdikan itu menjadi kelicikan.
Pada
suatu hari ia bersama temannya diundang untuk menghadiri pesta
kematian. Sudah menjadi kebiasaan di tanah toraja bahwa setiap tamu akan
mendapat daging kerbau. La Dana diberi bagian kaki belakang dari
kerbau. Sedangkan kawannya menerima hampir seluruh bagian kerbau itu
kecuali bagian kaki belakang. Lalu La Dana mengusulkan pada temannya
untuk menggabungkan daging-daging bagian itu dan menukarkannya dengan
seekor kerbau hidup. Alasannya adalah mereka dapat memelihara hewan itu
sampai gemuk sebelum disembelih. Mereka beruntung karena usulan tersebut
diterima oleh tuan rumah.
Seminggu setelah itu La Dana mulai
tidak sabar menunggu agar kerbaunya gemuk. Pada suatu hari ia mendatangi
rumah temannya, dimana kerbau itu berada, dan berkata “Mari kita potong
hewan ini, saya sudah ingin makan dagingnya.” Temannya menjawab,
“Tunggulah sampai hewan itu agak gemuk.” Lalu La Dana mengusulkan,
“Sebaiknya kita potong saja bagian saya, dan kamu bisa memelihara hewan
itu selanjutnya.” Kawannya berpikir, kalau kaki belakang kerbau itu
dipotong maka ia akan mati. Lalu kawannya membujuk La Dana agar ia
mengurungkan niatnya. Ia menjanjikan La Dana untuk memberinya kaki depan
dari kerbau itu.
Seminggu setelah itu La Dana datang lagi dan
kembali meminta agar bagiannya dipotong. Sekali lagi kawannya membujuk.
Ia dijanjikan bagian badan kerbau itu asal La Dana mau menunda
maksudnya. Baru beberapa hari berselang La Dana sudah kembali kerumah
temannya. Ia kembali meminta agar hewan itu dipotong. Kali ini kawannya
sudah tidak sabar, dengan marah ia pun berkata, “Kenapa kamu tidak ambil
saja kerbau ini sekalian! Dan jangan datang lagi untuk mengganggu
saya.” La dana pun pulang dengan gembiranya sambil membawa seekor kerbau
gemuk.
(Diadaptasi secara bebas dari, Alice M. Terada, “La Dana and His
Buffalo,” The Magic Crocodile and Other Folktales from Indonesia,
Honolulu: University of Hawaii Press, 1994, hal 123 126)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar